Minggu, 14 Oktober 2012

Secercah Cahaya Dari Sosok Yang Berjasa (1)

Bisa kuliah hingga jenjang pascasarjana adalah sebuah anugerah yang besar dalam hidupku. Salah satu anugerah terindah  dari Allah swt yang sangat-sangat aku syukuri. Karena dengan kuliah ini, aku begitu banyak mendapatkan ilmu dan pelajaran berharga dari dunia kampus. Merubah cara pandangku akan kehidupan. Meningkatkan kepekaan hatiku atas setiap keadaan. Dan yang paling utama, dapat bertemu dengan sosok-sosok yang begitu luar biasa dengan segala kelebihannya.

Bicara tentang sosok-sosok luar biasa, aku tidak hendak bercerita tentang mereka yang aku temui semasa telah menjadi seorang mahasiswa.  Aku ingin bercerita tentang mereka yang sangat berjasa sebelum aku menjadi seorang mahasiswa. Mereka adalah orang yang paling bertanggungjawab karena telah “menjerumuskan” dan “mendorong-dorong” aku untuk masuk ke dunia akademis di kampus hijau Universitas Lampung yang kemudian begitu disyukuri.

Sosok pertama  yang bertanggungjawab atas semua itu bernama Ellina Betin. Aku biasa memanggilnya dengan pangilan Mba Ellin. Ia adalah tetanggaku yang saat aku lulus STM tahun 2006, merupakan mahasiswa Unila jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2000 (tua sih untuk ukuran mahasiswa FISIP..hehe). Dialah yang awalnya menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana kehidupan kampus dengan segala dinamikanya.

Ketika pertama kali dijelaskan, sebetulnya aku masih ragu untuk memutuskan langkah yang akan ku ambil setelah selesai sekolah. Ada dua opsi yang harus aku pilih, apakah mengikuti saran Mba Ellin untuk terus melanjutkan sekolah ke jenjang Perguruan Tinggi, atau harus mengikuti keinginan orang tua agar langsung bekerja saja di Jakarta.

Orang tuaku pada dasarnya memang melarang aku untuk melanjutkan kuliah. Alasannya adalah karena memang orang tuaku tidak mampu membiayai kuliahku. Hal ini tidaklah mengherankan karena aku mengerti kondisi ekonomi keluarga saat itu sangatlah sulit. Jangankan untuk kuliah, untuk kebutuhan sehari-hari saja orang tuaku harus membanting tulang dari pagi hingga malam.

Ayahku adalah seorang pedagang musiman. Biasa berdagang buah-buahan seperti durian, mangga, cempedak, rambutan, dan lain-lain di pinggir jalan dekat rumahku. Ayahku membangun sebuah gubuk kecil yang berjejer dengan gubuk-gubuk lainnya dipinggir jalan raya Metro. Setiap hari ayahku pergi mencari buah-buahan keberbagai daerah di Lampung seusai shalat shubuh. Siangnya, ketika ayahku pulang membawa buah-buahan untuk dijual, ibuku sudah siap di gubuk tempat berjualan untuk menjualkan buah-buahan itu kepada orang-orang yang berkendara lalu-lalang di jalanan. Biasanya ketika berangkat ke gubuk, ibu sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian, dan lain sebagainya.

Dengan situasi seperti itulah maka orang tuaku menyuruhku bekerja agar dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Syukur-syukur bisa membantu menyekolahkan adik ku yang saat itu baru kelas 3 SD. Namun, cerita dan motivasi dari Mba Ellin ternyata jauh lebih kuat mempengaruhi pikiranku. Akupun mencoba memberikan pemahaman kepada orang tuaku secara perlahan-lahan agar mereka tak kecewa.

Aku menceritakan betapa besarnya keinginanku untuk kuliah. Berapa tingginya cita-citaku untuk merubah nasib keluarga dan membanggakan mereka. Karena memang di keluarga besarku belum pernah ada yang kuliah. Lama-kelamaan, dengan berat hati, akhirnya aku diizinkan untuk mendaftar kuliah dengan catatan. Catatannya adalah “kamu boleh kuliah, tapi dengan biaya sendiri,” kata ibuku. Dengan keyakinan yang mantap akupun menyanggupinya, karena saat itu aku yakin, bahwa aku pasti bisa!

Setelah medapatkan izin tersebut aku langsung menemui Mba Ellin dan memintanya menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk mendaftar dan menghadapi tes SPMB di Unila. Mba Ellin pun dengan semangat menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan, mulai dari membeli formulir, melengkapi berkas-berkas, membeli buku soal-soal SPMB, dan juga jurusan apa saja yang bisa dipilih.

Awalnya, aku berniat mengambil jurusan Teknik Elektro Unila. Karena memang aku adalah lulusan STM Gajah Tunggal Metro jurusan Teknik Elektro dengan konsentrasi Teknik Audio-Video. Namun, ketika aku hendak membeli formulir pendafataran, ternyata formulir IPA dan IPC yang menaungi pendaftaran jurusan tersebut telah habis. Aku heran, tapi tidak tau harus bagaimana, karena memang aku membeli formulir pendaftaran tersebut di hari terakhir penutupan pendaftaran SPMB. Akhirnya, dengan berat hati dan penuh keterpaksaan akupun membeli formulir yang terisisa, yakni formulir IPS dengan uang hasil aku “bekerja” sebagai pengajar privat mengaji.

Dengan formulir IPS yang ada di tanganku, aku pun menjadi bingung untuk menentukan jurusan apa yang harus kupilih. Aku berkonsultasi lagi dengan Mba Ellin. Ia kemudian memberikan buku panduan jurusan-jurusan yang ada di FISIP Unila. Semalaman aku membolak balik buku itu, sampai akhirnya aku mantap memutuskan, aku akan memilih jurusan Ilmu Komunikasi FISIP sebagai pilihan pertama, dan Bahasa Inggris FKIP sebagai pilihan kedua.

Setelah aku mengembalikan formulir SPMB yang berkasnya sudah lengkap, pola hidupku mulai sedikit berubah. Perubahan yang paling terasa adalah hampir setiap hari selalu berada di dalam kamar untuk belajar. Semakin rajin puasa senen-kamis dan juga shalat malam. Semakin khusyuk dalam berdoa yang kadang sampai tak terasa tiba-tiba ada air yang menetes membasahi pipi. Hal yang bener-bener jarang (pake banget.red) dilakukan seumur hidup.

Satu hari sebelum tes tiba, aku diantar Mba Ellin beserta Bang Nando (“temen deketnya” Mba Ellin.red) keliling kampus Unila untuk mencari ruangan tes yang sesuai dengan nomor pendaftaranku. Aku mendapatinya di lantai 3 gedung Fisika FMIPA Unila. Namun, saat itu kondisi kesehatanku sedang buruk karena terkena demam yang hebat. Sesuatu yang membuat aku sulit berkonsentrasi.

5 Juli 2006, hari tes pun tiba, kesehatanku semakin buruk, namun aku tetap berusaha semaksimal mungkin mengerjakan soal yang menurutku sangat sulit. Apalagi soal-soal yang tidak aku pelajari ketika sekolah di STM dulu, seperti biologi, geografi, dan ekonomi, membuat kepalaku semakin sakit saja. Tes pun selesai, ketika itu aku pasrah menerima apapun hasilnya, pengumuman kelulusan akan diumumkan satu bulan setelah tes.

Hari masih gelap, pagi buta setelah shalat shubuh 5 Agustus 2006, aku bergegas ke pasar untuk membeli koran yang memuat penguman hasil SPMB tersebut. Setelah membeli, aku tak langsung melihat pengumuman, karena aku ingin melihatnya bersama-sama kedua orang tuaku di rumah. Aku membuka lembaran-lembaran koran yang memuat begitu banyak nama. Sudah sekian lama aku mencari satu nama diantara ribuan nama yang terpampang. Hampir putus asa karena tak menemukan nama yang aku cari. Di lembaran-lembaran terakhir, akhirnya kutemukanlah nama  yang indah itu (dilarang protes.red). Nama itu terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unila.

Aku melompat kegirangan, tak mampu menahan ekspresi kebahagiaan yang aku rasakan saat itu, namun tidak dengan kedua orangtuaku. Ada perasan bangga, namun kesedihan lebih jelas nampak sekali di raut wajah sosok-sosok mulia itu. Aku coba meyakinkan aku bisa mendapatkan uang untuk daftar ulang, meski harus dengan meminjam sementara dari saudara ataupun tetehku yang bekerja di Bala Raja, Tangerang, Banten.

Meski daftar ulang membutuhkan dana yang relatif kecil bagi sebagian orang, sekitar Rp. 900.000,- namun bagi kedua orang tuaku jumlah itu cukup besar. Aku tidak ingin merepotkan mereka, meski aku meyakinkan pada mereka bahwa aku mampu, tapi saat itu sebenarnya adalah karena aku tak ingin menambah beban pikiran mereka.

Banyak hikmah dan pelajaran yang aku ambil selama proses itu. Aku belajar tentang makna kesyukuran. Aku memeluk erat makna kesabaran. Aku menggenggam kuat makna perjuangan, dan aku meresapi dengan dalam makna keikhlasan. Semua itu hadir karena secercah cahaya. Secercah cahaya yang menjadi penerang jalan ketika aku ingin memulai sebuah kisah. Kisah anak desa yang hanya memiliki semangat......mimpi......dan kesungguhan berusaha untuk mewujudkan visi besarnya. Terimakasih banyak Mba Ellin.

BERSAMBUNG…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar